Senin, 22 Desember 2008

Maha Karya

puisi...................

essai gwe...




Spiritualitas; Potensi Dasar Seorang Pemimpin
Oleh : Agus Riyanto

“ Ing Ngarsa sung Tuladha”
“ Ing Madya Mangun Karsa”
“Tut Wuri Handayani”
( Prinsip Pendidikan Indonesia)
Sebelum mengurai lebih jauh tentang Jiwa Kepemimpinan, akan lebih bijak kita ingat tiga bait kata mutiara yang telah merambah dalam jiwa masyarakat Indonesia yang lahir seabad silam, akan tetapi kata-kata itu tetap menjadi pijakan bagi roda kehidupan masyarakat Indonesia. Secara singkat dapat kita ambil sebuah ideologi bahwa “seorang pemimpin harus menjadi teladan bagi kaum dibawahnya, kaum tengahan (Akademisi, mahasiswa, pelajar, Ulama, Pejabat, Pegawai,dll) harus mampu berkarya dan menjadi penopang bagi kaum dibawahnya, bawahan (golongan awam) harus mampu mengikuti kebijakan yang diambil oleh pemimpin dan mampu menjadi mitra yang baik bagi yang lain, selain manut (jawa;taat), juga harus mampu mengimbangi pemimpinnya”. Dari semua golongan itu, maka untuk menjalankan roda kehidupan ini dengan baik, perlu adanya sebuah kolaborasi yang harmonis diantara masing-masing. Apabila harmonisasi itu tidak ada, maka roda kehidupan akan berjalan dengan tersendat. Agar hal itu dapat terwujud, saling mengisi dan saling mengerti merupakan salah satu key words-nya.
Dari penjelasan singkat itu, pada bait yang pertama dapat dijadikan sebagai landasan bagi seorang pemimpin yang menjadi tonggak bagi yang bawahnya. Dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin khususnya harus memiliki 3 aspek/kriteria yaitu; fisik yang sehat, intelektualitas yang lebih, dan spiritualitas yang kuat.
Sebagai teladan yang diikuti oleh banyak orang dan diperhatikan oleh khalayak, memiliki Fisik yang sehat dan penampilan yang menarik bagi seorang pemimpin merupakan hal yang vital harus dimilikinya,walaupun hal ini bukan sebagai syarat mutlak dan dominan, akan tetapi karena menjadi pijakan dan citra sebuah komunitas, maka sebagai seorang pemimpin, ia harus memiliki fisik yang sehat dan performa yang menarik dan berwibawa. Sebagaimana banyak orang mengatakan, pikiran yang sehat berawal dari fisik yang sehat pula, begitu pula sebaliknya, fisik yang tidak/kurang sehat lebih cenderung membawa otak untuk malas berfikir, bahkan dapat mengurangi kapasitas intelektualitas seseorang. Bisa dicontohkan kepada seorang balita yang kekurangan gizi, maka perkembangan otakpun akan lambat. Hal ini sudah dibuktikan oleh medis dan yang lebih parah, balita yang terkena penyakit apalagi sampai pada tingkatan kronis, pada suatu saat bisa saja dia terkena authis atau penyakit lain yang menyebabkan kejiwaan dan perkembangnan otaknya lambat. Bagi kita orang dewasa, pun tidak bisa dinafikkan pastinya pada saat tertentu ketika badan kita sakit, maka jiwa dan pikiran kitapun merasa lelah. Karena ada kontak antara badan dan jiwa kita secara langsung, sehingga pada saat tertentu hal itu bisa saja terjadi. Dalam hal performa, pun seorang pemimpin harus memperhatikannya, karena ia merupakan citra bagi dirinya, anggota dan komunitasnya secara umum. Orang asing akan memandang suatu negara pastinya melihat bagaimana citra pemimpinnya.Seperti bangsa kita dikenal oleh dunia pada puluhan tahun silam karena pemimpin kita mampu membawa bangsa ini kemata dunia, entah karena wibawa dia ataupun yang lainya, yang jelas seorang pemimpin menjadi panglima yang ketika berperang ialah yang menjadi memimpin balakurawanya.
Hal kedua yang harus dimiliki Seorang pemimpin dan hal ini biasanya menjadi patokan adalah kelebihan dalam hal intelektualitas. Tidak mungkin seorang Soekarno, Soeharto, BJ. Habibie, Gusdur dan yang lainya terpilih dan dipercaya menjadi pemimpin bangsa ini karena mereka bodoh. Akan tetapi masyarakat lebih memandang bahwa mereka mempunyai kelebihan dalam bidang intelektual.bahkan seorang Obama pun yang berasal dari keturunan golongan kulit hitam yang bagi Masyarakat barat merupakan aib dan dianggap golongan rendah, terpilih dan dipercaya menjadi pemimpin negara paling berpengaruh didunia. bukan karena apa melainkan masyarakat memandang bahwa ia memiliki pemikiran yang jernih dan lebih baik dibanding dengan kandidat yang lain. Dia dianggap sebagai senator yang mampu membawa kearah perubahan Amerika kearah yang lebih baik, bijak dan dapat menjadi negara yang mampu menjadi tulang punggung dunia yang baik dan lebih berwibawa dimata dunia. Intelektualitas disini berarti bahwa Ia mampu mengolah potensi otaknya melalui Ilmu, pengetahuan, dan pengalaman yang mumpuni dibanding yang lain. Artinya bahwa selain ia cerdas, ia juga kreatif dalam berkarya, mampu mengeksplor Ilmu yang ia dapat dengan baik, selain juga pendidikan yang cukup, skill dan potensi Leadershipnya dapat diandalkan untuk mengemban amanat rakyat yang besar dan berat. Pengalaman dalam dunia Leader juga terkadang menjadi faktor penunjang seorang pemimpin itu dipandang, karena dianggap ia telah banyak menyelami dunia itu walaupun dalam skala yang relatif kecil, akan tetapi jiwanya sudah muncul dan nampak kewibawaanya. Apalagi jika kita perhatikan akhir-akhir ini, dari masalah gaya bicara saja, seorang pemimpin sering diolok-olok oleh massa akibat dalam ucapan maupun perilaku sederhananya ia tidak mampu mengorganisir dengan baik. Seperti yang pernah dialami seorang kepala negara yang tidak mampu mengendalikan amarahnya didepan umum saat ia berpidato karena diluar gedung terjadi demonstrasi massa. Hal ini menjadi sorotan publik yang akibatnya image sosok pemimpin itu menjadi menurun dan menjadi koreksi bagi Negara itu.
Begitu juga agama-agama didunia ini sangat menjunjung tinggi nilai intelektualitas. Semua Agama khususnya Islam, pun telah mengajarkan bahwasannya Thalabul ‘Ilmi; Mencari Ilmu itu penting dan wajib bagi setiap penganutnya. Seperti disebutkan dalam Hadits Nabi SAW yang berbunyi : “ Thalabul ‘Ilmi Faridlatun ‘ala kulli Muslimin Walmuslimat “(Mencari Ilmu itu wajib bagi setiap Muslim Laki-laki maupun perempuan). Agamapun tidak pernah menginginkan umatnya menjadi umat yang bodoh apalagi terlau mudah untuk dibodohi oleh orang lain. Untuk mengatasi hal itu, agama dengan tegasnya mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu agar menjadi umat yang cerdas, kokoh (tidak mudah tergoyahkan) baik dalam hal ideologi, maupun kepribadiannya secara fithrah.
Aspek ketiga yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah Spiritualitas yang kuat merupakan hakikat dari siapa sosok pemimpin itu, artinya bahwa jiwa seseorang pemimpin merupakan hal yang pokok bagi dirinya secara individu. Nilai –nilai spiritualitas yang dimiliki seorang pemimpin haruslah kuat dan benar-benar mengarakter dalam dirinya. Apabila lemah nilai spiritualitas yang dimilikinya, maka dapat berakibat lemahnya itelektualitas yang dimilikinya karena dua hal ini lahir dalam satu rahim, yaitu alam suprafisik yang tidak mudah untuk diukur dan dijangkaau orang. Spiritualitas seorang pemimpin berarti sebuah kebiasaan hidup religiusitasnya. Berawal dari keluarga ataupun ditopang oleh pendidikan religiusnya yang kuat dan ketat, dari keluarga, lingkungan dimana ia tinggal maupun pendidikan formal yang mendukung dan mencetaknya menjadi insan yang memiliki benteng agama yang kuat. Walaupun terkadang hal itu menjadi bumerang bagi suatu agama yang memiliki pemeluk yang menyalahgunakan kepercayaanya untuk menghancurkan nilai agamanya dimata umum. Sebagai contoh seorang teroris yang mengatasnamakan “jihad’ sebagai landasan ia menghancurkan lawan, membuat keributan dimana-mana, membunuh banyak orang yang dianggap tidak sepaham dengannya, melakukan pengeboman ditempat-tempat kemaksiatan,menimbulkan banyak kecaman datang dari berbagai kalangan dan yang lebih ironis, bagi mereka yang dianggap sebagai korban ataupun yang menganggap dirinya sebagai target terorisme itu memberikan satu suara yang pelik menganggap bahwa teroris ialah semua umat itu. Siapa yang memeluk agama itu dianggap sebagai aktor dan yang lebih parah Citra yang ditimbulkan bukan hanya merambah pada intern agama tersebut, akan tetapi juga berpengaruh terhadap kondisi dan kepercayaan secara nasional.
Dari sederet contoh diatas, bahwa seorang pemimpin yang mempunyai jiwa dan perilaku spiritualitas yang kuat dan sehat sangat mempengaruhi terhadap jiwa kepemimpinanya. Hal itu nampak dari perilaku keseharian dan tutur sapa ataupun hal-hal lain yang mencitrakan jiwa pemimpin yang benar-benar kuat dalam spiritualitas. Spiritualitas sangatlah penting dibangun karena selain membantu ia dalam bermuamalah dengan masyarakatnya, dengan komunitas lain yang berbeda dengan komunitasnya, juga dapat mengendalikan dirinya secara pribadi sebagai sosok yang diberikan amanat oleh rakyat. Hubungan vertikalnya dengan Tuhan harus terbangun baik, membangun hubungan batin rohani yang lebih dengan sang khalik, yang menitipkan umatNya dipundak kepemimpinannya. Apalagi jika dilihat dari segi agama Islam, bahwa karakter seorang pemimpin, merupakan teladan bagi masyarakat. Seperti yang dicontohkan nabi Muhammad. Ia adalah seorang pribadi yang berjiwa pemimpin yang baik, mampu menjadi teladan umatnya. Selain ua sebgai seorang pemimpin, ia juga merupakan seorang usahawan yang tak pantang menyerah, mempunyai perilaku/kepribadisn religius yang kuat dan mampu menjadi pijakan bagi sahabat-sahabatnya. Beliau merupakan seorang sosok yang mampu menyatukan bangsa arab, memajukan bangsa dan menyebarluaskan agama. Kehidupannya yang sulit, menjadikan Beliau lebih intents terhadap perilaku spiritual. Mengadakan kontak dengan Tuhan dengan tiada henti-hentinya. Dan membawa jiwa religiusnya kedalam perilakunya sehari-hari. Santun dan berwibawa, tidak angkuh dan memperhatikan kaum bawah. Memerdekakan budak dan mengangkat derajat anak yatim dan janda-janda ynag kesusahan menjadi manusia yang lebih berarti dalam masyarakat. Ada seorang Peneliti yang mengatakan bahwa ia merupakan tokokh nomor satu dunia, yang ptut untuk ditiru dan layak dikatakan sebagai manusia yang luar biasa. Selain berkepribadian Religius 1, ia juga mampu membawa dirinya menjadi pahlawan dunia dengan kewibawaan dan pengaruh yang luar biasa ia miliki. Berangkat dari hal itu, bahwasannya ia dapat dipercaya dan dianut oleh masyarakat karena ia mampu menunjukkan bahwa apa yang ia ajak sesuai dengan sikap dan perbuatan religiusnya. Begitu njuga bagi yang lain, jika ia ingin dipercaya dan berharga dimata masyarakat, melalui kepercayaan yang ia dapatkan ia harus mampu memberikan teladan yang baik, mampu menerapkan sikap religiusnya baik kepada dirinya secara individu, maupun mengajarkan kepada golongannya dengan teladan yang baik yang ia miliki.
Bukan merupakan kewajiban memang bagi setiap Manusia menjadi pemimpin suatu komunitas ataupun golongan, akan tetapi setidaknya bahwa ia mampu menjadi pemimpin bagi dirinya, mampu mengorganisir kerja tubuh, otak dan perasaanya dengan baik, sehingga ia minimal mampu menjadi teladan bagi dirinya, menjadikan dirinya teratur dan lebih ber-self confidence, hingga ketika pada suatu saat ia dipercaya oleh orang lain untuk memimpin banyak orang, menjadi kepala dalam suatu organisasi misalnya, ia sudah merasa siap dan yakin dengan dirinya. Kepercayaan dirinya sudah timbul dan dari pribadinya, ia mampu mengarahkan dirinya untuk lebih bijak dan mengerti terhadap yang lain.
Dalam QS. Annisa 34 dijelaskan bahwa;” Kaum laki-laki itu adalah Pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita)…..”, Maksud yang terkandung dalam ayat ini bukanlah kaum laki-laki secara teks, akan tetapi laki-laki yang dimaksud adalah jiwa yang dimiliki seorang pemimpin haruslah seperti laki-laki yang diibaratkan sebagai sosok Ciptaan Tuhan yang kuat secara fisik, kuat dalam hal perasaan dan lebih dalam hal ide(cerdas). Dan jika melihat konteks jaman dan perkembangannya, bukan hanya laki-laki yang mempunyai karakter itu , wanitapun pada dasarnya secara gender mempunyai kapasitas yang sama dari laki-laki, walaupun secara biologis(kodrati), wanita lebih lemah daripada laki-laki, akan tetapi secara intelektual, wanita ternyata dapat membuktikan bahwa ia mampu menjadi tokoh/.aktor seperti halnya seorang laki-laki. Wanita mampu menjadi tumpuan bagi keluarga, dari mencari nafkah, merawat anak-anak, menjadi politikus, akademisi, dll.
Dari hal diatas terbukti bahwa ternyata agama bukanlah penyesat bagi umatnya, agama memberikan kemudahan bagi umat, keadilan bagi muslim ataupun muslimah. Dan agama merupakan solusi bagi masalah-masalah yang pelik, serta mampu menjadi penengah yang bijak bagi persengketaan umat. Akan tetapi hal itu bisa terwujud apabila manusia sadar dan dapat memahami dengan baik, apa yang termaktub dalam kitab sucinya. Mengenai hubungan agama/kepercayaan dengan kekuasaan, Agama juga dapat menjadfi solusi bagi Masyarakat, memberikan dorongan spiritual terhadap pemimpin, serta dapat dijadikan sebagai nilai layak tidaknya seorang pemimpin itu memimpin dilihat dari kapasitas perilaku religiusitasnya.
Wallahu a’lam Bishshawab.
Biografi Penulis :
Nama : Agus Riyanto
Tempat/tanggal Lahir : Brebes, 05 pebruari 1989
Alamat : Babakan, Rt. 02 Rw. 05, Desa Rajawetan, kec. Tonjong. Kab. Brebes, jawa Tengah, Indonesia 52271
PT : STAIN Purwokerto, Jur. Syariah, Prodi Akhwalussyakhsiyyah
Jl. Jend. A.Yani 40A Purwokerto 53126
1 Perilaku religius adalah perilaku yang baik, mengarakter dalam dirinya teladan-teladan serta mampu mengaplikasikan sikap ubudiyyah (pengabdian kepada Tuhan) dan sikap muamalah(hubungan timbal balik dengan sesama makhluk Tuhan) dalam setiap tindakan, ucapan maupun pemikirannya dengan patut sesuai nilai-nilai religius masing-masing agama ataupun kepercayaan.

Sabtu, 13 Desember 2008

curhat

curhat anda moga bermakna bagi Pirsawan, jangan ragu buat berucap kata, karena lidah tercipta tak terbeli dan suara bergema tak harap terbayar, ucapkan sesuai isi hati, usir keraguan dan bergabunglah bersama kami...